Jumat, 06 Juli 2012

KISAH HIDUPKU


Tuhan,terkadang aku tidak mengerti jalan hidupku ini.aku merasa tidak mampu lagi untuk menjalani hidup ini.banyak sekali hal-hal yang membuatku depresi.aku lahir di keluarga yang bisa di bilang hidup berkecukupan,walaupun tidak terlalu kaya.aku anak keempat dari empat bersaudara.yang membuat depresi adalah sifat keluargaku.mereka terkadang tidak memahami sifatku.mereka selalu memaksakan kehendak mereka kepadaku.

Salah satu contohnya adalah ketika memilih antara kuliah atau langsung bekerja.aku lebih memilih bekerja daripada kuliah karena kuliah akan memakan banyak biaya dan dari apa yang saya lihat,orang tua laki-laki cenderung tidak mau mengeluarkan uang banyak.kalau saya boleh berkata jujur,mereka tidak mengerti sama sekali tentang dunia kuliah,tetapi mengapa mereka justru memaksakan kuliah.yang terjadi sekarang adalah saya selalu di beri uang pas-pasan.

Dari hati saya yang paling dalam,saya sangat menyayangi keluarga saya.terkadang saya berpikir bahwa kalau tidak ada mereka,maka saya pun tidak akan ada di dunia ini.sampai kapan mereka akan begini.saya sudah mencoba memberi pengertian tetapi mereka tidak mau mengerti.dunia kuliah itu adalah dunia yang bebas tapi sopan.berbeda dengan dunia SMA.dunia kuliah memerlukan biaya yang sangat besar.ketika saya jelaskan seperti ini,mereka seperti tidak mau mengerti.meskipun begitu saya selalu berharap agar kondisi ini cepat berlalu dan semoga tidak ada lagi kehidupan yang seperti ini.Amin

Senin, 02 Juli 2012

OTONOMI DAERAH

OTONOMI DAERAH

1. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
h. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b. Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.


Minggu, 29 April 2012

KEBUDAYAAN BATAK

Saya bernama Saul Sandoro Malau.sejak kecil saya sudah di perkenalkan dengan budaya batak karena kedua orang tua saya adalah asli orang batak.sebenarnya tidak mudah memahami budaya batak karena memiliki keterkaitan terus-menerus.


Batak sendiri merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.


UNSUR BUDAYA


A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.


B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.



C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.


D. Organisasi Sosial

a. Perkawinan

Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi

Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian

Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA


1. Kekerabatan

Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon

Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan

Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari

Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman

Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian

Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.


Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.



DAFTAR PUSTAKA :
• Hidayah, Zuliyani
• 1997 Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
• 1971 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
• 1997 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaa

Kebudayaan Batak

Saya bernama Saul Sandoro Malau.sejak kecil saya sudah di perkenalkan dengan budaya batak karena kedua orang tua saya adalah asli orang batak.sebenarnya tidak mudah memahami budaya batak karena memiliki keterkaitan terus-menerus.
Batak sendiri merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

UNSUR BUDAYA

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA

1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.

Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

DAFTAR PUSTAKA :
• Hidayah, Zuliyani
• 1997 Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
• 1971 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
• 1997 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaa


Jumat, 27 April 2012

Rangkuman perilaku keorganisasian

Model kontijensi kepemimpinan Model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan type kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi/variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional. Contoh : Tenaga kerja yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap apa yang mereka lakukan atau tentang pekerjaan mereka. Cara kerja mereka terstruktur dengan rapih. Keputusan akan selalu tepat apabila di tangan mereka. Model kepemimpinan vroom yett Victor vroom dan Philip yetton mengembangkan sebuah model pemimpin partisipasi (leader-participation model) yang mengaitkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Menyadari bahwa struktur tugas memiliki beraneka tuntutan untuk aktifitas-aktifitas rutin dan non rutin, kedua penelitian ini mengatakan bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan untuk mencerminkan struktur tugas tersebut modal yang dikembangkan vroom dan yetton tersebut bersifat normatif- model itu menyediakan serangkaian peraturan yang harus diikuti ketika menentukan bentuk dan besarnya partisipasi dalam pembuatan keputusan, seperti ditentukan dari berbagai situasi yang berbeda. Model pemimpin-partisipasi merupakan sebuah batang tubuh keputusan yang menginkorporasikan tujuh kemungkinan ( yang relevansinya bisa diidentifikasikan dengan pembuatan pilihan “ya” atau “tidak”) dan lima gaya kepemimpinan alternatif. Penelitian yang lebih baru dari vroom dan Arthur jago menghasilkan revisi bagi model ini. Moel hasil revisi ini tetap mempertahankan lima gaya kepemimpinan alternatif yang sama- mulai dari pengambilan keputusan yang sepenuhnya oleh pemimpin sampai pembagian masalah dengan kelompok dan pengembangan konsensus- tetapi sembari menambahkan jenis masalahnya dan mengembangkan variabel-variabel kemungkinan menjadi 12. Kedua belas variabel kemungkinan ini dapat dilihat dalam tampilan 12-5. Penelitian yang bertujuan menguji model pemimpin-partisipasi yang asli maupun yang merupakan hasil revisi belum memberikan hasil yang membesarkan hati, meskipun model yang disebut terakhir ini mendapat nilai yang lebih tinggi dalam hasil efektivitas. Kritik umumnya terfokus pada berbagai variabel yang di hapuskan dan pada kerumitan model ini. Teori-teori kemungkinan yang lain menunjukkan bahwa stress, kecerdasan, dean pengalaman merupakan variabel situasional yang penting. Namun, model pemimpin-partisipasi tidak mencakupnya. Lebih penting, setidak-tidaknya dari sudut pandang praktis, adalah kenyataan bahwa model ini terlalu rumit untuk digunakan oleh kebanyakan manager dalam situasi yang biasa. Meskipun vroom dan jago telah mengembangkan sebuah program computer untuk membimbing para manager melalui semua cabang keputusan dalam model yang telah mereka revisi, merupakan hal yang sangat tidak realistis untuk mengharapkan para manager mempertimbangkan dua belas variabel kemungkinan, delapan jenis masalah, dan lima gaya kepemimpinan secara bersamaan ketika berusaha memilih proses keputusan yang tepat untuk satu masalah tertentu. TEORI JALAN-TUJUAN Dikembangkan oleh Robert house teori jalan tujuan mengambil elemen-elemen dari penelitian kepemimpinan ohio state university tentang struktur awal dan tenggang rasa dan teori pengharapan motivasi. Teori jalan tujuan. Inti dari teori jalan tujuan (path-goal theory) adalah bahwa merupakan tugas kepimpinan untu memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah jalan tujuan berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi mencapai tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya. Perilaku pemimpin. House mengidentifikasikan empat perilaku kepemimpinan. Pemimpin yang direktif memberitahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang suportif adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikutnya. Pemimpin yang partisipatif berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik. Berlawanan dengan fiedler, house berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bisa menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada. Beragam Variabel dan Prediksi Kemungkinan Teori jalan tujuan menawarkan dua kelas variable kemungkinan yang menghubungkan perilaku kepemimpinan dengan hasil variable-variabel dalam lingkungan yang berada diluar kendali karyawan (struktur tugas, system otoritas formal, dan kelompok kerja) serta berbagai variabel yang merupakan bagian dari karakteristik personal karyawan (pusat kendali, pengalaman, dan kemampuan yang diyakini dimiliki). Factor-faktor lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin yang dibutuhkan sebagai pelengkap apabila hasil pengikut ingin dimaksimalkan, sementara karakteristik personal karyawan menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin di interprestasikan. Karenanya, teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi tidak efektif bila perilaku tersebut tumpang tindih dengan sumber-sumber struktur lingkungan atau tidak kongruen dengan karakteristik karyawan. Sebagai contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada teori jalan tujuan: • Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar mana kala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik. • Kepemimpinan yang suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. • Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik atau pengalaman yang banyak. • Karyawan dengan pusat kendali internal akan lebih puas dengan gaya partisipatif. • Kepemimpinan yang berorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu. Evaluasi. Karena kompleksitasnya, upaya untuk menguji teori jalan tujuan ini terbukti tidak gampang. Tinjauan terhadap petunjuk yang ada memberikan hasil yang beragam. Sebagaimana dinyatakan dalam komentar para penyusun tinjauan ini, “hasil ini menunjukkan bahwa kepimpinan efektif tidak bergantung pada pengadaan hambatan dan rintangan bagi instrumentalitas jalan karyawan yang dinyatakan oleh teori jalan tujuan dan bahwa hakikat dari halangan ini tidak sejalan dengan dalil teori tersebut.” Tinjauan yang lain menyimpulkan bahwa kurang bukti pendukung sungguh “mengejutkan dan mengecewakan”. Keimpulan-kesimpulan ini diragukan oleh kalangan lain yang berpandangan bahwa pengujian yang memadai atas teori ini belum dilakukan. Demikianlah, aman bagi kita mengatakan bahwa validitas teori jalan tujuan ini masih diperdebatkan dan dicari. Karena sangat rumit untuk di uji, permasalahan ini kiranya masih akan bertahan untuk beberapa waktu yang akan datang.

Rangkuman perilaku keorganisasian

Model kontijensi kepemimpinan Model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan type kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi/variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional. Contoh : Tenaga kerja yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap apa yang mereka lakukan atau tentang pekerjaan mereka. Cara kerja mereka terstruktur dengan rapih. Keputusan akan selalu tepat apabila di tangan mereka. Model kepemimpinan vroom yetton Victor vroom dan Philip yetton mengembangkan sebuah model pemimpin partisipasi (leader-participation model) yang mengaitkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Menyadari bahwa struktur tugas memiliki beraneka tuntutan untuk aktifitas-aktifitas rutin dan non rutin, kedua penelitian ini mengatakan bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan untuk mencerminkan struktur tugas tersebut modal yang dikembangkan vroom dan yetton tersebut bersifat normatif- model itu menyediakan serangkaian peraturan yang harus diikuti ketika menentukan bentuk dan besarnya partisipasi dalam pembuatan keputusan, seperti ditentukan dari berbagai situasi yang berbeda. Model pemimpin-partisipasi merupakan sebuah batang tubuh keputusan yang menginkorporasikan tujuh kemungkinan ( yang relevansinya bisa diidentifikasikan dengan pembuatan pilihan “ya” atau “tidak”) dan lima gaya kepemimpinan alternatif. Penelitian yang lebih baru dari vroom dan Arthur jago menghasilkan revisi bagi model ini. Moel hasil revisi ini tetap mempertahankan lima gaya kepemimpinan alternatif yang sama- mulai dari pengambilan keputusan yang sepenuhnya oleh pemimpin sampai pembagian masalah dengan kelompok dan pengembangan konsensus- tetapi sembari menambahkan jenis masalahnya dan mengembangkan variabel-variabel kemungkinan menjadi 12. Kedua belas variabel kemungkinan ini dapat dilihat dalam tampilan 12-5. Penelitian yang bertujuan menguji model pemimpin-partisipasi yang asli maupun yang merupakan hasil revisi belum memberikan hasil yang membesarkan hati, meskipun model yang disebut terakhir ini mendapat nilai yang lebih tinggi dalam hasil efektivitas. Kritik umumnya terfokus pada berbagai variabel yang di hapuskan dan pada kerumitan model ini. Teori-teori kemungkinan yang lain menunjukkan bahwa stress, kecerdasan, dean pengalaman merupakan variabel situasional yang penting. Namun, model pemimpin-partisipasi tidak mencakupnya. Lebih penting, setidak-tidaknya dari sudut pandang praktis, adalah kenyataan bahwa model ini terlalu rumit untuk digunakan oleh kebanyakan manager dalam situasi yang biasa. Meskipun vroom dan jago telah mengembangkan sebuah program computer untuk membimbing para manager melalui semua cabang keputusan dalam model yang telah mereka revisi, merupakan hal yang sangat tidak realistis untuk mengharapkan para manager mempertimbangkan dua belas variabel kemungkinan, delapan jenis masalah, dan lima gaya kepemimpinan secara bersamaan ketika berusaha memilih proses keputusan yang tepat untuk satu masalah tertentu. TEORI JALAN-TUJUAN Dikembangkan oleh Robert house teori jalan tujuan mengambil elemen-elemen dari penelitian kepemimpinan ohio state university tentang struktur awal dan tenggang rasa dan teori pengharapan motivasi. Teori jalan tujuan. Inti dari teori jalan tujuan (path-goal theory) adalah bahwa merupakan tugas kepimpinan untu memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka. Istilah jalan tujuan berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi mencapai tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya. Perilaku pemimpin. House mengidentifikasikan empat perilaku kepemimpinan. Pemimpin yang direktif memberitahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang suportif adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan kebutuhan para pengikutnya. Pemimpin yang partisipatif berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik. Berlawanan dengan fiedler, house berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bisa menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada. Beragam Variabel dan Prediksi Kemungkinan Teori jalan tujuan menawarkan dua kelas variable kemungkinan yang menghubungkan perilaku kepemimpinan dengan hasil variable-variabel dalam lingkungan yang berada diluar kendali karyawan (struktur tugas, system otoritas formal, dan kelompok kerja) serta berbagai variabel yang merupakan bagian dari karakteristik personal karyawan (pusat kendali, pengalaman, dan kemampuan yang diyakini dimiliki). Factor-faktor lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin yang dibutuhkan sebagai pelengkap apabila hasil pengikut ingin dimaksimalkan, sementara karakteristik personal karyawan menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin di interprestasikan. Karenanya, teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi tidak efektif bila perilaku tersebut tumpang tindih dengan sumber-sumber struktur lingkungan atau tidak kongruen dengan karakteristik karyawan. Sebagai contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada teori jalan tujuan: • Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar mana kala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik. • Kepemimpinan yang suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. • Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik atau pengalaman yang banyak. • Karyawan dengan pusat kendali internal akan lebih puas dengan gaya partisipatif. • Kepemimpinan yang berorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu. Evaluasi. Karena kompleksitasnya, upaya untuk menguji teori jalan tujuan ini terbukti tidak gampang. Tinjauan terhadap petunjuk yang ada memberikan hasil yang beragam. Sebagaimana dinyatakan dalam komentar para penyusun tinjauan ini, “hasil ini menunjukkan bahwa kepimpinan efektif tidak bergantung pada pengadaan hambatan dan rintangan bagi instrumentalitas jalan karyawan yang dinyatakan oleh teori jalan tujuan dan bahwa hakikat dari halangan ini tidak sejalan dengan dalil teori tersebut.” Tinjauan yang lain menyimpulkan bahwa kurang bukti pendukung sungguh “mengejutkan dan mengecewakan”. Keimpulan-kesimpulan ini diragukan oleh kalangan lain yang berpandangan bahwa pengujian yang memadai atas teori ini belum dilakukan. Demikianlah, aman bagi kita mengatakan bahwa validitas teori jalan tujuan ini masih diperdebatkan dan dicari. Karena sangat rumit untuk di uji, permasalahan ini kiranya masih akan bertahan untuk beberapa waktu yang akan datang.