Kasus Perdagangan Manusia Di Indonesia Terbesar Ke-2
Human trafficking atau perdagangan manusia di Indonesia dinilai sangat memprihatinkan. Kondisi ini sangat besar terjadi di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Tindak kejahatan tersebut bisa dialami oleh tetangga, saudara atau bahkan anak-anak.
Perdagangan manusia yang terjadi masuk dalam kategori prostitusi yang ikut melibatkan anak-anak menjadi objek eksploitasi seksual.
Menurut PBB, Indonesia sendiri memasuki peringkat ke-2 sebagai negara yang paling banyak terjadi perdagangan manusia. Indonesia dicap sebagai pengirim, penampung dan sekaligus memproduksi aksi kejahatan ini. Sebab maraknya kondisi ini lantaran himpitan ekonomi yang kian mendesak.
“Saya seringkali dihadapkan pada pekerja seks komersial (PSK) berusia 12-16 tahun, bahkan di usia segitu sudah ada yang sudah positif mengidap HIV dan menjadi mucikari bagi teman-temannya,” ungkap psikolog Riza Wahyuni, S.Psi., M.Si, Psi., saat Seminar bertemakan “Save Our Children from Violence” di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (14/5).
Ia mengatakan, para korban perdagangan manusia seperti PSK, tidak mengetahui bila ternyata merupakan korban kejahatan. Lantaran mendapatkan iming-iming uang, mereka rela menemani pria hidung belang yang kemudian berakhir pada penyakit seksual.
“Namun yang lebih penting adalah mengatasi kondisi korban pasca kekerasan dan eksploitasi seksual yaitu support for survival atau dukungan kepada korban agar tidak menyerah dan terus bertahan hidup. Hal ini karena biasanya setelah mengetahui kondisinya, para korban mengalami depresi, suka menyakiti diri sendiri dengan tidak makan, tidak tidur hingga bunuh diri,” tutur Riza.
Menurutnya, bukan hanya korban, kita juga perlu fokus pada keluarga yang berpotensi memberikan dampak langsung bagi korban, misalnya dikucilkan dan lain sebagainya.
“Apalagi masyarakat Indonesia paling mudah dipengaruhi oleh labelling (pelabelan atau pencitraan) yang sebenarnya dikategorikan sebagai korban,” kata salah satu fasilitator IOM-PBB untuk kekerasan perempuan dan anak di Indonesia ini.
Berdasarkan pengalamannya selama kurun waktu 9 tahun dalam penanganan korban kekerasan pada anak dan perempuan, ia mengatakan bahwa korban cenderung tertutup, bahkan berbohong saat memberikan laporan pada konselor.
Belum lagi masalah kehormatan, karena kasus eksploitasi seksual pada kalangan ekonomi atas, kasus ini cenderung ditutup rapat-rapat.
Mengatasi fenomena ini, Riza meminta semua pihak harus aktif mensosialisasikan melalui sekolah, kampus atau tempat tongkrongan para remaja. Lebih baik lagi bila sosialisasi juga ditumbuhkan sikap empati atau meminimalisir stigma negatif pada korban eksploitasi seksual.
“Saya bersama sejumlah teman-teman psikolog lainnya juga tengah mengupayakan sosialisasi melalui media yang dekat dengan generasi muda seperti komik atau poster,” tandas Riza. (dtk/mba)
Contoh kasus
Contoh nyata dari kasus perdagangan anak terjadi di Medan, yang kasus posisinya adalah sebagai berikut :
“Tony (52), terdakwa kasus perdagangan orang (trafficking), pada hari kamis tanggal 22 Feb 2007 akhirnya divonis 3 tahun 7 bulan potong masa tahanan oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan. Tony dinyatakan bersalah melanggar Pasal 83 UU No 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak. Menjawab pertanyaan majelis hakim pimpinan Ahmad Sharif, SH, Tony mengaku baru terlibat dalam masalah ini ketika kurang lebih dua tahun lalu dikarenakan terlilit hutang. Dalam melakukan aksinya, Tony bekerja sama dengan Sum, germo dari Batam yang hingga kini Sum masih buron Selama tiga bulan, Tony sempat menjadi buron dan pada akhirnya ditangkap oleh Polda Sumatera Utara. Seperti yang telah dilansir sebelumnya, Kasus Tony, tersebut menjadi perhatian para pemerhati perlindungan anak. Sejak kasus itu digelar, pusat perhatian LSM yang concern terhadap perlindungan anak dan perempuan, para praktisi hukum, dan kalangan kampus, tertuju ke persidangan itu. Tony ditangkap dan kemudian diadili berdasarkan laporan Linda (15) yang dijanjikan oleh Tony lapangan pekerjaan sebagai baby sitter. Akan tetapi kenyataannya ia malah dipekerjakan sebagai purel diskotek di kawasan Jl. A Yani Medan. Majelis hakim membantah bahwa jatuhnya putusan tersebut karena tekanan masyarakat. Tapi, kuatnya desakan dan gerakan sejumlah LSM dan pemerhati anak-anak menjadi catatan tersendiri, baik bagi jaksa maupun majelis. "Kami sangat menghormati aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tapi, kami independen dan tidak bisa diintervensi,"ujar Ahmad Syarif, SH, salah seorang majelis hakim kepada koran ini kemarin. Jumlah kasus trafficking dari tahun ke tahun terus meningkat di Sumatera Utara (Sumut). Praktik trafficking yang berkembang antara lain perdagangan perempuan untuk kepentingan prostitusi dan penculikan/penjualan bayi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mencatat pada 2004 jumlah kasus trafficking di Sumut sebanyak 81 kasus. Pada 2005 sebanyak 125 kasus. Setiap tahun jumlah kasus trafing meningkat hingga 2006 menjadi sebanyak 153 kasus.”
Sumber:
http://www.psikologizone.com/kasus-perdagangan-manusia-di-indonesia-terbesar-ke-2/065116654
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=18&Itemid=18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar